Continues light dalam sebuah acara indoor. (GettyImages)
Jakarta - Pada sebuah kesempatan, seorang teman yang bekerja di sebuah lembaga konsultasi Public Relation (PR) bertanya. Tidak jauh-jauh, soal bagaimana membuat event yang menarik secara fotografi.Ia menyatakan seringkali pening kalau event tersebut menyangkut isu-isu publik, kampanye sosial, kesehatan dan CSR. Saat itu, ia tengah menggarap kampanye anti demam berdarah.
Kesulitannya, ucap dia, memvisualisasikan dalam event yang menarik dan mudah diterima oleh masayarakat."Kalau eventnya seni, fashion, musik, pameran produk, itu mudah karena seting panggungnya sudah bagus buat foto. Modelnya juga menarik. Tapi kalau kampanye sosial, susah-susah gampang. Kalau cuma seminar atau talkshow, gambarnya gitu-gitu saja," keluhnya.
Setali tiga uang. Bagi fotografer, memotret event dengan isu yang 'tidak terlalu seksi' juga pertaruhan. Kalau subjek foto tidak bisa tampil total, maka foto bakal hambar. Sebaliknya, jika yang dipotret fotojenik, lugas dan berani, maka satu orang pun bakal menarik.
Pertama, apakah event dilakukan di dalam ruangan atau outdoor. Kalau indoor, yang paling mendesak yakni masalah pencahayaan. Kalau budgetnya mencukupi, dapat menggunakan jasa lighting profesional. Efek lampu juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hasilnya bisa disesuaikan dengan target yang diharapkan.Kalaupun budget minim, penggunaan continues light bisa menekan anggaran. Yang patut diperhatikan cukup penempatan lampu dengan baik supaya cahaya terkonsentrasi di bagian yang hendak diekspos.
Kesulitannya, ucap dia, memvisualisasikan dalam event yang menarik dan mudah diterima oleh masayarakat."Kalau eventnya seni, fashion, musik, pameran produk, itu mudah karena seting panggungnya sudah bagus buat foto. Modelnya juga menarik. Tapi kalau kampanye sosial, susah-susah gampang. Kalau cuma seminar atau talkshow, gambarnya gitu-gitu saja," keluhnya.
Setali tiga uang. Bagi fotografer, memotret event dengan isu yang 'tidak terlalu seksi' juga pertaruhan. Kalau subjek foto tidak bisa tampil total, maka foto bakal hambar. Sebaliknya, jika yang dipotret fotojenik, lugas dan berani, maka satu orang pun bakal menarik.
Pertama, apakah event dilakukan di dalam ruangan atau outdoor. Kalau indoor, yang paling mendesak yakni masalah pencahayaan. Kalau budgetnya mencukupi, dapat menggunakan jasa lighting profesional. Efek lampu juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hasilnya bisa disesuaikan dengan target yang diharapkan.Kalaupun budget minim, penggunaan continues light bisa menekan anggaran. Yang patut diperhatikan cukup penempatan lampu dengan baik supaya cahaya terkonsentrasi di bagian yang hendak diekspos.
Panitia pelantikan Barrack Obama sampai membangun spot khusus dari angle paling monumental untuk para fotografer dan kameramen. (GettyImages)
Selain itu, continues light sebaiknya menyesuaikan dengan lampu ruangan. Kalau lampu tungsten(kekuningan) maka lampu tambahan sebaiknya serupa. Sebab, kalau berbeda maka akan mengacaukanwhite balance di kamera dan membuat hasil gambar tidak maksimal.
Kedua, bila event dilakukan di luar ruang, waktu penyelenggaraan menjadi krusial. Apakah pagi, siang atau sore. Paling favorit bagi fotografer adalah memotret pada pagi hari atau sore sekalian hingga menjelang magrib. Karena cahaya matahari tidak begitu menyengat dan exposure-nya tidak terlalu kontras.
Fotografer paling menghindari acara pada waktu tengah hari bolong. Sebab, cahaya terik di atas kepala membuat wajah menjadi under exposure. Kalau tidak terpaksa sekali atau karena tuntutan tugas, fotografer bakal menghindari.
Oh iya. Hindari pula menempatkan panggung dengan posisi yang membelakangi cahaya matahari. Itu sangat merepotkan dan membuat fotografer kerja keras supaya tidak backlight.
Ketiga, berapa jumlah peserta yang dilibatkan. Event organizer (EO) bisa merancang secara kolosal dengan ribuan peserta atau justru hanya puluhan orang saja. Bagi fotografer, jumlah peserta yang bejibun seperti pemecahan rekor MURI relatif lebih mudah memotretnya. Tinggal mencari pola dan komposisi, maka foto yang dihasilkan akan lebih menarik dengan sendirinya.
Fotografer paling menghindari acara pada waktu tengah hari bolong. Sebab, cahaya terik di atas kepala membuat wajah menjadi under exposure. Kalau tidak terpaksa sekali atau karena tuntutan tugas, fotografer bakal menghindari.
Oh iya. Hindari pula menempatkan panggung dengan posisi yang membelakangi cahaya matahari. Itu sangat merepotkan dan membuat fotografer kerja keras supaya tidak backlight.
Ketiga, berapa jumlah peserta yang dilibatkan. Event organizer (EO) bisa merancang secara kolosal dengan ribuan peserta atau justru hanya puluhan orang saja. Bagi fotografer, jumlah peserta yang bejibun seperti pemecahan rekor MURI relatif lebih mudah memotretnya. Tinggal mencari pola dan komposisi, maka foto yang dihasilkan akan lebih menarik dengan sendirinya.
Lomba panjat pinang di Ancol. Beda angle beda cerita. (Ari Saputra)
Tetapi jumlah yang banyak tidak menjadi jaminan event akan disukai fotografer. Bisa saja mengumpulkan hingga 1.000 peserta namun bila spot dan waktu memotret sangat terbatas, fotografer juga akan berfikir berulangkali.
Kalaupun pesertanya sedikit, EO tidak perlu khawatir. Semua dapat disiasati di depan kamera. Bisa dengan permainan warna seperti body painting, bergaya teatrikal, atau menggunakan simbol yang mudah dipahami dan ikonik. Terbukti, banyak kampanye sosial dan lingkungan yang hanya dilakukan beberapa orang tetapi bisa menarik dan pesan yang disampaikan mengena.
Sebagai catatan, menempatkan perempuan seksi sebagai subjek utama bisa debatable. Dapat menjadi daya tarik atau justru sebaliknya, banyak yang mencibir. Perlu dipikirkan matang-matang alasan, tujuan dan dampaknya kalau memilih model seksi dalam kampanye sosial.
Keempat, ungkapan Posisi Menentukan Prestasi (PMP) masih sangat berlaku. Banyak fotografer sukses menjepret karena posisinya sangat bagus untuk memotret hingga menghasilkan foto foto yang diharapkan.
Karenanya, buatlah spot yang representatif bagi fotografer untuk memotret event. Kalau perlu, tidak hanya satu atau dua titik melainkan lebih dari itu. Bisa dari angle atas atau bawah. Bisa dari bibir panggung bisa dari kejauhan. Sebanyak mungkin yang rasional, menarik dan relevan.
Jangan lupa membuat 'rute' bagi fotografer untuk hilir mudik karena fotografer perlu ke sana ke mari untuk mendapatkan moment.
Kelima, komunikasi yang baik dengan para fotografer baik sebelum maupun saat event berlangsung. Dari soal protokoler (bila ada tamu penting) hingga aturan dan tata krama setempat. Juga soal bagaimana rundown acara. Apakah ada sesi formal seperti sambutan pejabat, seremoni potong pita ataukah langsung ke materi foto.
Kalaupun pesertanya sedikit, EO tidak perlu khawatir. Semua dapat disiasati di depan kamera. Bisa dengan permainan warna seperti body painting, bergaya teatrikal, atau menggunakan simbol yang mudah dipahami dan ikonik. Terbukti, banyak kampanye sosial dan lingkungan yang hanya dilakukan beberapa orang tetapi bisa menarik dan pesan yang disampaikan mengena.
Sebagai catatan, menempatkan perempuan seksi sebagai subjek utama bisa debatable. Dapat menjadi daya tarik atau justru sebaliknya, banyak yang mencibir. Perlu dipikirkan matang-matang alasan, tujuan dan dampaknya kalau memilih model seksi dalam kampanye sosial.
Keempat, ungkapan Posisi Menentukan Prestasi (PMP) masih sangat berlaku. Banyak fotografer sukses menjepret karena posisinya sangat bagus untuk memotret hingga menghasilkan foto foto yang diharapkan.
Karenanya, buatlah spot yang representatif bagi fotografer untuk memotret event. Kalau perlu, tidak hanya satu atau dua titik melainkan lebih dari itu. Bisa dari angle atas atau bawah. Bisa dari bibir panggung bisa dari kejauhan. Sebanyak mungkin yang rasional, menarik dan relevan.
Jangan lupa membuat 'rute' bagi fotografer untuk hilir mudik karena fotografer perlu ke sana ke mari untuk mendapatkan moment.
Kelima, komunikasi yang baik dengan para fotografer baik sebelum maupun saat event berlangsung. Dari soal protokoler (bila ada tamu penting) hingga aturan dan tata krama setempat. Juga soal bagaimana rundown acara. Apakah ada sesi formal seperti sambutan pejabat, seremoni potong pita ataukah langsung ke materi foto.
Kampanye keselamatan lalu-lintas. Sederhana dan hanya diikuti belasan orang. Namun konsep dan aksi teatrikal yang matang menjadi menarik. (Ari Saputra)
Sebagian EO yang memahami kebutuhan foto biasanya menempatkan sesi foto di bagian depan rundown. Baru kemudian ke pidato/seremoni -- kalau memang ada. Sebab, sesi foto tidak terlalu menyita banyak waktu. Keuntungannya, peserta masih segar dan belum terlihat lelah sehingga fresh untuk difoto.
sumber: detik.com

.jpg)

.jpg)
Tidak ada komentar: